Tentang Mereka




Ini tentang mereka, bukan tentang kita.
Tentang gaya hidup mereka yang OUT OF THE BOX. Kita mengatakannya MENYALAHI KODRAT.

Kok bisa?

Walau gaya hidup mereka sedang dengan gencarnya dipaksakan untuk diterima sebagai gaya hidup normal, tapi kita sebagai manusia yang punya hati nurani dan kewarasan tentu tak bisa menerima.


Pengalaman pertamaku bertemu pasangan sejenis ketika masih SMA, aku pernah satu kos dengan seorang lesbian. Dia mengaku terang-terangan bahwa dia seorang penyuka sesama jenis. Pengalaman kedua terjadi ketika aku bekerja di Bandung. Ada teman satu tempat kerja, untungnya kami tidak satu kos. Dia mengaku seorang lesbian. Dia sudah menjalin hubungan dengan seorang gadis SMA. Namun hubungan ini berakhir tragis karena orang tua si gadis melarang. Lebih tragisnya lagi ketika temanku divonis positif HIV.

Ketika aku bekerja  di Malaysia, aku kembali bertemu dengan pasangan lesbian. Yang membuat aku tak habis pikir adalah mereka ini akan mengajak teman yang normal untuk mengikuti gaya hidup mereka. Tanpa iman yang kuat dan bekal agama yang cukup, banyak dari teman-temanku mengikuti mereka. Tak ada rasa malu ataupun risih bila berciuman atau melakukan hubungan layaknya suami istri di depan orang banyak. Sampai akhirnya pengurus asrama melakukan tindakan ekstrim. Melaporkan praktek LGBT pada JABATAN AGAMA ISLAM (JAIS) di daerah tempat tinggal kami.

Untungnya JAIS merespon cepat. Mendatangi asrama kami dan menangkap pelaku LGBT.
Apakah mereka dihukum? Ya.
Dipenjara? Tidak
Mereka diserahkan kepada pihak yang bertugas untuk membina mereka agar tidak kembali pada kegiatan  yang menyimpang.
Bila mereka mengulangi perbuatan yang sama, baru mereka akan dihukum perdata dan pidana. Dendanya pun tidak sedikit.

Di Malaysia yang nota bene penduduk beragama Islam hanya sekitar 60% dari total jumlah penduduk, bisa menerapkan hukum syari'ah dengan tegas. Tak ada masyarakat yang protes. Karena hukum syari'ah diterapkan hanya pada penganut agama Islam. Masyarakat yang beragama Islam pun tak ada yang keberatan dengan pelaksanaannya.

Bagaimana Indonesia?

Pengalaman tentang LGBT selanjutnya adalah di Taiwan. Baru-baru ini pemerintah Taiwan mengadakan referendum tentang LEGALITAS LGBT. Pembahasan tentang UU LGBT selalu menemui jalan buntu di parlemen. Hingga akhirnya pemerintah menyerahkan keputusan sepenuhnya pada rakyat.

Mau tahu hasilnya?

Rakyat Taiwan menolak LEGALITAS LGBT.

Negara sebebas Taiwan saja bisa menolak keberadaan LGBT kenapa negara kita justru seakan mempropagandakan dan berusaha melegalkan mereka.

Sebebas apa sih Taiwan?

Sebebas ketika kamu memutuskan hidup serumah dengan pasanganmu tanpa ikatan pernikahan. Sebebas ketika kamu memutuskan untuk melahirkan tanpa suami. Bahkan banyak yang berstatus single baik lelaki maupun wanita yang mempunyai anak di luar nikah.
Sebebas ketika ibumu membelikan kondom di mini market karena pacar anaknya menginap di rumah. Sebebas ketika anak-anak di bawah umur berlibur bersama pacar masing-masing dan menginap di hotel tanpa ada orang tua yang mendampingi. Sebebas ketika anak-anak berumur 11-12 tahun sudah terbiasa melihat adegan dewasa di televisi, komik ataupun iklan yang bertebaran setiap hari.

Kurang bebas apa Taiwan?

Negara sebebas itupun tak mau negaranya dicemari oleh virus LGBT.

Ada sedikit kisah sebagai pembelajaran buat kita semua.
Temanku yang seorang lesbian di Yogya, ternyata terinfeksi HIV. Dia diusir dari rumahnya. Tidak diakui oleh keluarganya. Bahkan akhir hidupnya tak ada keluarganya yang datang untuk mengambil jenazahnya.

Teman-temannya?

Komunitasnya?

Aku pernah membantu seorang kawan yang bekerja secara independen. Dia dan komunitasnyaa menampung orang-orang yang terinfeksi HIV. Kebanyakan memang dari pelaku LGBT.

Tahukah kalian bagaimana akhir hidup mereka?
Mereka dikucilkan, dibuang dari keluarga, disingkirkan dari pergaulan masyarakat dan tak diakui keluarganya.
Mereka mati dalam kesendirian dan kesepian. Tak ada yang mendampingi ketika sakaratul maut datang. Tak ada yang mendoakan ketika mereka dikuburkan. Semua kebanggaan yang pernah melekat, sirna.

Teman-teman yang dulu mendukung, memuja, membenarkan tindakan mereka, tak satupun yang datang menjenguk. Komunitas mereka meninggalkan mereka begitu tahu mereka terinfeksi HIV.

Justru orang-orang yang dulu menentang mereka mau merawat mereka sampai menghembuskan napas terakhir.

weedee
shanhai
15122018







  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Izinkan aku mencintaimu dengan caraku ...

CINTA MEY LING

SEPENGGAL KISAH TENTANG KITA