Tertipu
TERTIPU
Paijo senyum-senyum sendiri di atas tempat tidurnya. Sambil matanya tidak lepas dari gawai. Sesekali dia terlihat mengetik sesuatu. Senyumnya tambah lebar kelihatan sekali dia sedang bahagia.
"La ... Ngapa lu ketawa-ketawa sendiri dari tadi? Lupa minum obat, lu?" tanya Reza teman sekamarnya.
"Apaan sih, ah," kata Paijo singkat dan padat.
Belum lagi Reza bicara, tiba-tiba ....
"Akhirnyaaaaa ... Gue diterima. Alhamdulillah ... Gue diterima, Za. Gue nggak jomblo lagi!" Paijo tampak sangat bahagia dengan antusias.
Tidak lupa dia koprol tujuh kali, push up, skot jump, dan juga lari keliling kos-kosan tujuh kali. Saking senangnya si Paijo sampai dia lupa kalau dia belum memakai celana kolornya.
Alhasil hebohlah kos-kosan tempat Paijo dan kawan-kawannya bernaung. Apalagi hari masih pagi, jam segini biasanya ibu-ibu komplek lagi pada ngumpul menunggu abang tukang sayur datang. Begitu para ibu melihat Paijo berlari keluar cuma pakai celana dalam bergambar Donald Duck di bagian bokongnya, tentu saja mereka langsung berteriak histeris. Sedangkan Paijo dengan penuh percaya diri malah melambaikan tangannya ke arah mereka. Bergaya seperti atlit yang baru saja mendapat medali emas.
Tanpa menunggu lama, Paijo pun akhirnya diciduk Pak RT karena dianggap telah membuat ketenangan pagi di komplek terganggu. Belum lagi para ibu yang langsung shock melihat pemandangan yang tak senonoh.
Setelah berhasil diamankan warga, Paijo dibawa menghadap Pak RT.
"Nak Paijo, sekali lagi Ananda berbuat seperti ini, Bapak selaku Ketua RT tidak bisa tinggal diam. Bapak bisa mengeluarkan surat perintah pengusiran pada Nak Paijo." Pak RT terlihat menghela napas dan menggeleng beberapa kali menghadapi Paijo yang masih belum sadar kesalahan yang dibuatnya.
"Lho, Pak. Salah saya apa? Saya cuma mengungkapkan kegembiraan saya karena mulai hari ini saya sudah melepas status jomblo saya, Pak RT." Paijo terus membela diri dengan penuh percaya diri.
"Boleh saja Nak Paijo merasa bahagia, tapi jangan lupa pakai celana dulu kalau mau keluar rumah. Bukannya apa-apa. Kasihan ibu-ibu yang lihat!" Pak RT kelihatan sangat gemas melihat Paijo sama sekali tidak merasa bersalah atas perbuatannya mempertontonkan celana dalamnya yang bergambar Donald Duck.
Spontan Paijo melihat bagian bawah tubuhnya. Serta merta dia menutup bagian tubuhnya yang agak menonjol dengan kedua tangannya. Mukanya merah padam bagai kepiting rebus yang sudah basi.
"Ma---ma---af Pak RT. Saya lupa. Tadi saya pakai sarung. Gak sadar saya langsung lempar sarung saya di kamar. Maaf, Pak RT," kata Paijo sambil berjalan mundur perlahan dan langsung mengambil jurus Seribu Langkah Menuju Dunia Lain. Melesat tak meninggalkan jejak dari hadapan Pak RT dan warga yang berhasil mengamankannya tadi.
***
"Hai, Kak Reza," sapa Monic dengan desahan manjanya yang bisa merontokkan jantung lak-laki tak beriman.
Reza bengong, dia tidak mungkin membalas sapaan Monic karena ada seseorang di sampingnya. Seseorang yang sudah menatapnya dengan tatapan tajam, setajam Silet! Reza pun cepat menggeleng-gelengkan kepalanya dengan wajah yang sudah tidak karuan bentuknya. Senyuman garing, matanya bergantian menatap Monic dan seseorang di sampingnya.
"Kak Reza ternyata pemalu juga, ya. Beda kalau di WA. Di WA rayuannya maut banget." Monic mendekat dan mulai bergelayut manja pada lengan Reza.
"W-- WA apa? Kapan a---aku ngechat kamu di WA? Aku gak punya nomor Hp kamu." Reza tampak gugup karena seseorang yang duduk di sampingnya sudah siap untuk mencabik-cabiknya.
Reza melirik lagi ke samping. Dia bisa merasakan aura kemarahan yang sangat membara. Reza berharap Monic segera pergi dari sini, tapi harapannya sia-sia.
"Ihhh, Kak Reza gitu, dech. Godain Monic terus. Semalaman kita chattingan sampai hampir Subuh, masa Kak Reza lupa?" Monic bertambah manja menggelayut di lengan Reza.
"Sampai Subuh?" Seseorang di samping Reza itu akhirnya buka suara.
"Eh, kamu siapa? Kamu ngapain ikut-ikutan aku ngobrol sama Kak Rezaku," kata Monic ketus.
"Kamu mau tahu siapa aku? Kenalin namaku Aura, tunangan Reza." Suara Aura terdengar tegas.
"Tunangan? Kak Reza nggak ngomong kalau sudah punya tunangan. Kak Reza pembohong!!" teriak monic sambil tidak lupa mendaratkan tamparan ke pipi kiri Reza dengan sukses.
"PLAK ...." Belum sempat Reza kembali ke dunianya setelah sesaat hilang keseimbangan dan kesadarannya akibat tamparan Monic, tiba-tiba...
"PLAK..." Tamparan susulan mendarat dengan indahnya di pipi kanannya. Kali ini Aura yang memberi tanpa penawaran sebelumnya.
Reza tidak berdaya menghadapi kedua wanita yang dengan brutal menyerang dari segala arah. Reza sampai kewalahan menghadapinya. Sampai akhirnya, Reza bersuara,
"Sudah cukup! Jangan kaya anak kecil. Aura dengar penjelasanku, aku nggak pernah menyimpan nomor HP Monic, apalagi chattingan sampai Subuh. Tadi malam kamu tahu aku tidur lebih awal karena pagi ini ada janji sama kamu di sini." Reza berusaha menjelaskan kepada Aura.
"Monic, Aku nggak pernah tahu nomor HP kamu, apalagi chattingan sama kamu. Coba kamu lihat lagi apa benar itu nomor HP aku?" Reza berbalik menghadap Monic.
Kedua perempuan itu pun terdiam. Aura baru menyadari bahwa Reza memang tak berbohong. Monic segera mengambil gawainya dari dalam tas. Monic menunjukkan Chattingan dia semalam bersama Reza.
"Nih, Kak Reza lihat sendiri. Ini foto Kak Reza, kan?" Monic masih tampak emosi, dadanya turun naik dengan wajah cemberut.
Reza mengambil gawai Monic, dia memeriksa chattingan dan juga nomor HP yang tertera di situ.
Akhirnya Reza tahu siapa yang sudah membuat dia menderita pagi ini.
"Ini bukan WA aku Monic. Ini nomor HP si Paijo. Teman sekamar aku di kosan," Reza agak kesal dengan sahabatnya itu.
'Paijo ... Paijo ... lihat aja pembalasan gue,' kata Reza dalam hati dengan geramnya.
***
Sore harinya di kosan Reza dan Paijo.
"Ada apa sih, Za. Kok, elu tumben mau ngenalin temen cewek ke gue." Paijo kelihatan sedikit curiga.
"Gue gak enak nanti kalau temen elu naksir gue gimana? Gue, kan nggak jomblo lagi, Za," ujar Paijo dengan penuh percaya diri tingkat dewa.
"Udah tenang aja, temen gue cuma pengen kenal elu. Katanya penasaran sama sosok Paijo yang selalu heboh dengan karya-karya sastranya di kampus," kata Reza sambil menahan diri agar tidak melepaskan bogem ke muka Paijo.
"Ah, elu bisa aja, Za. Gue, kan cuma ...." Paijo tak berani menyelesaikan ucapannya karena dia tahu resikonya kalau sampai Reza tahu.
"Zaaa ... ada yang nyari elu," teriak Budi dari lantai bawah.
"Iyeee, bentar. Suruh tunggu dulu, Bud. Gue pake baju dulu," jawab Reza tidak kalah kerasnya.
Semenit kemudian Reza dan Paijo sudah ada di ruang khusus menerima tamu. Paijo seperti biasa melangkah dengan penuh percaya diri. Reza mengikutinya dari belakang sambil berharap rencananya berjalan sukses.
"Hai, Apa ka ...." Paijo tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Dia tersekat, tak bisa bicara. Lidahnya kelu, keringat bercucuran dari dahinya. Padahal dia baru saja mandi dengan kembang tujuh rupa agar pesona dan auranya terjaga saat bertemu dengan teman Reza yang istimewa.
"Ihhhh, siapa lu? Sok akrab banget." Monic bergidik melihat Paijo berdiri di depannya.
"Monic, ini temanku satu kamar. Namanya Mas Paijo. Dia ini yang kemarin malam chattingan sama kamu sampai menjelang subuh," Reza membeberkan identitas Paijo yang sebenarnya pada Monic.
"Apa???? Gak mungkin," kata Monic sebelum pingsan.
Bagaimana Monic tidak pingsan. Ternyata Paijolah yang selama ini mengirimi dia puisi yang mendayu-dayu dan merayu-rayu. Hingga akhirnya dia bertekuk lutut pada Paijo. Ditambah dengan foto profil yang dipakai Paijo adalah foto Reza.
Secara fisik Paijo dan Reza bagai pinang dibelah-belah, yang satu utuh yang lainnya hancur lebur. Tentu saja Monic shock melihat kenyataan yang sebenarnya. Lelaki yang sudah membuat Monic jatuh cinta ternyata tidak hanya memplagiat karya-karya puisi Reza, tetapi juga menjiplak identitas dan wajahnya,
Tanpa banyak kata, Paijo secepat kilat pergi meninggalkan Reza yang sedang berusaha menyadarkan Monic. Paijo berlari ke luar rumah. Seperti kebiasaannya kalau sedang bahagia atau pun sedih, lari keliling komplek. Paijo melepas sarung dan melemparnya sembarangan. Paijo memang terbiasa memakai sarung kalau sedang di rumah.
Reza berusaha mencegah Paijo agar tidak keluar rumah namun usahanya gagal.
"Jo ... Jo ... jangan keluar, Jo. Elu belum pakai celana dalam," teriak Reza dari dalam rumah.
Reza ingat tadi dia menyembunyikan celana dalam Paijo yang ditaruh di kamar mandi sebelum mandi.
weedee
taipei
28102018
taipei
28102018
Komentar
Posting Komentar